Sumber informasi tentang isu sosial, budaya dan politik dari Aceh untuk dunia

Prospek UN dan Trauma Siswa

Oleh: Bukhari
Perjuangan hidup untuk meraih sukses memang tidak semudah membalik telapak tangan, namun harus dengan air mata dan keringat, demikian lakon kehidupan nenek moyang bangsa ini. Kata kata itu, seolah-olah sudah pasti, tapi proses untuk mendekati itu sungguh sangat menyulitkan, karena capaian yang harus dicapai oleh setiap manusia –individu, kelompok maupun negara. Alih-alih membangun bangsa, realitas mengisyaratkan fenomena politik “Jampoek” (membanggakan kelihaian diri–red) atau politik akal-akalan itulah yang dijalankan oleh pemerintah kita sekarang ini, kotor, keji, busuk, itulah cara perpolitikan mereka di gedung yang ada disana. Padahal politik itu seperti kayu bakar, kalau kayu itu kita gunakan untuk memasak nasi maka politik itu baik, jika sebaliknya, kayu itu digunakan untuk memukul orang maka politik itu jahat. Sistem politik negara kita sudah digambarkan dalam film yang berjudul “Alangkah lucunya negeri ini”, dimana kualitas demokrasi dan permasalahan pendidikan menjadi masalah dinegeri seribu “gentayangan” ini, sebut saja proyek ujian nasional (UN) pada pendidikan dasar dan menengah, yang diyakini sebagai cermin kualitas pendidikan bangsa. Padahal di negara-negara lain tidak ditemukan istilah UN? Lihatlah hasil UN di negeri serambi mekkah, Aceh mendapat peringkat nomor 1 terburuk hasil UN dibanding Papua. Sebanyak 1.573.036 atau 99,48 persen siswa SMA dinyatakan lulus. Aceh berada di urutan teratas sebagai provinsi yang siswanya paling banyak tidak lulus UN tingkat SMA sederajat, 1.750 siswa dari total 56.000 siswa peserta UN. Dua dari 10 siswa SMA Negeri-2 Tanah Jambo Aye, Aceh Utara yang tak lulus UN menangis histeris dan menjadi tontonan rekannya. Soalnya, dua siswa laki-laki tersebut tergolong rajin sekolah selama ini (Serambi, 24/5/2013). Kebanyakan siswa SMA atau sederajat, disaat mendekati UN mereka akan merasa ketakutan, gelisah, trauma, tapi saya tidak melaukan wawancara kepada mereka, kebanyakan media mengatakan bahwa banyak siswa disaat mendekati UN itu menangis, berdoa, dan sedekah, supaya mereka lulus nantinya. Ada yang menarik kita kaji di Aceh, ada sebagian siswa melakukan Mekaoi (berhajat) pada tempat yang digolongkan akan mendapat berkah, baik secara materil maupun dengan non materil. Ada sebahagian juga dulu siswa tersebut tidak shalat tetapi saat mendekati UN dia sudah rajin shalat. Dulu dia sering melakukan perbuatan yang dilarang oleh Agama saat mendekati UN dia berjanji tidak mengulangi perbuatan keji tersebut. Dulu tidak rajin ngaji disaat mendekati UN paradigmanya sudah dirubah menjadi positif. Yang anehnya budaya coret baju baju bagi siswa yang lulus masih dilakukan oleh kebanyakan siswa-siswa di Aceh, padahal kalau diliat dalam kontek agama Islam sangat melarang terhadap perbuatan keji tersebut, seharusnya mereka simpan baju tersebut atau kasih untuk saudara yang membutuhkan, ini yang seharusnya dilakuan oleh setiap siswa yang sudah lulus setelah mengikuti UN. Pendidikan kita memang sangat kacau, pemengang kebijakan tampaknya kurang merespon dengan kritikan dan cercaan yang ditujukan kepada mereka, diberbagai media massa, padahal publik mengetahui pendidikan adalah cerminan peradaban dan kualitas suatu bangsa. Kini wajah pendidikan semakin dicemari oleh mahalnya biaya, dan kekerasan yang terjadi di dalamnya, lagi-lagi para korban adalah orang miskin yang menjadi monyoritas penduduk negeri ini. Indonesia masih digolongkan kepada negara berkembang, di negara maju tidak ada lagi yang namanya UN, contohnya Amerika, Finlandia, Jerman, Canada, Autralia (unikbaca.com) Pesan Politik di Kampanye 2014 Sudah saatnya calon legeslatif (CALEG) yang sudah lulus verifikasi untuk merancang Visi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Aceh. Ini jangan cuma janji tapi fakta dan pembuktiannya yang masih masyarakat tunggu. Program pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan negeri ini harus ditingkatkan dalam segala bidang, dikala pendidikan sudah membaik, perekonomian dan sistem politik sudah bagus, akan membaik masa depan Aceh ini. Inilah harapan semua elemen masyarakat Aceh secara khusus dan Indonesia pada umumnya. Peran pemerintah Pemerintah sangat berperan dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Aceh, bidang pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi sangat dipertanyakan, karna merekalah yang mendorong kualitas pendidikan di daerah tersebut. Membuat kebijakan (qanun) yang mendorong peran siswa yang kreatif dan inovatif dalam segala bidang, contohnya ketika siswa kurang mengerti tentang lmu Matematika, pemerintah dan guru harus melakuan jam wajib les untuk satu minggu dalam beberapa kali. Disamping itu kontribusi dari pihak yang mempunyai kekuasaan sangat dibutuhkan, sarana dan prasarana dalam menjalankan aktivitas belajar dan mengajar di sekolah harus ditambah demi perbaikan pendidikan di Aceh, perbaikan sumber daya manusia harus ditingkatkan dengan memberi beasiswa bagi siswa kurang mampu maupun mahasiswa untuk memperbaiki SDM yang terpuruk ini. []

Penulis: Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe; Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) angkatan III. dan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Bidang Advokasi dan Hak Asasi Manusia

Labels: Opinion

Thanks for reading Prospek UN dan Trauma Siswa. Please share...!

0 Comment for "Prospek UN dan Trauma Siswa"

Back To Top