Sumber informasi tentang isu sosial, budaya dan politik dari Aceh untuk dunia

Potret Hakikat Ibu

Perempuan dalam perjalanan kehidupan sangat bermakna dan berarti. Allah SWT telah memberikan sebuah hal istimewa kepada kaum perempuan yang tidak bisa dimiliki oleh para laki-laki hingga akhir umur dunia. Perempuan punya kewajiban memberikan aset generasi baru sebagai wadah masa depan bangsa. Meskipun kebaikan dan keburukan seorang anak sangat kebergantungan terhadap didikan orangtua.
Begitu pentingnya peran ibu dalam mempublikasikan anaknya yang berkualitas bagi bangsa. Melalui pembentukan karakter sejak dini, pembentukan moral, etika, dan akhlak. Pembentukan tersebut tidak hanya difokuskan dalam bidang akademis tetapi dalam bidang psikologis hingga spiritual. Penanaman itu sangat penting dilakukan seorang ibu kepada anak-anaknya agar mengerti dan memahami kodrat sebagai manusia.
Oleh sebab itu untuk menciptakan generasi yang berkualitas diperlukan sosok yang pendidik yang berkualitas pula. Maka seharusnya negara memperhatikan prioritas dan memberikan perhatian terhadap perempuan di seluruh pelosok tanah air. Mengigat perannya sangat penting dalam mengantarkan peradaban sebuah bangsa bukan memberi peluang untuk berhijrah ke negeri orang untuk meraih status Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Jika diteliti lebih dalam kita mempunyai permasalahan perempuan yang begitu serius dan sangat komplek. Salah satunya dari segi ekonomi, banyak perempuan dinegari ini yang rela meninggalakan keluarga, sanak saudara dan bahkan negerinya demi mencari nafkah untuk meringankan ekonomi keluarga. Kebanyakan target yang telah mereka persiapkan adalah menjadikan dirinya sebagai TKW. Megapa ada kata “Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA)” tapi faktanya masih banyak masyarakat negeri ini yang harus mengadu nasib ke negeri orang.
Tanda tanya yang tidak terjawab secara detail bertahun-tahun ini. Padahal dalam Al-Quran Allah telah berfirman, yang artinya: “hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan jaganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali mereka melakukan pekerjaan yang keji yang nyata….”
Perempuan bukan simbol untuk memperalat suatu kegiatan atau hanya citra yang diinginkan oleh orang tersebut. Tapi, perempuan itu sangatlah mulia di sisi Rasullah SAW. Kejadian ketika masa Rasulullah menjadi satu simbol atau fakta terpenting yang harus dicatat oleh dunia. Dimana kala itu ada seorang anak muda bertanya kepada Rasullah SAW: “wahai Rasul siapa yang berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Rasul menjawab: ibumu. Siapa lagi rasul, rasul menjawab: ibumu. Setelah itu siapa lagi Rasul? rasul juga menjawab: ibumu dan kemudian baru Rasul menjawab, bapakmu”.
Dalam hadis ini terkuak dengan jelas peran penting perempuan dalam kehidupan. Rasul menyebut sampai tiga kali dengan sebutan ibu dan pada kali yang keempat baru Rasul menyebut bapakmu. Dengan begitu, bagaimanapun keadaan dan kemampuan seorang perempuan itu tidak menjadi suatu hal yang mempersempit pandangan seseorang terhadapnya. Karena pada hakikat yang fundamental kodrat perempuan itu sangat berpengaruh bagi dunia.
Cintailah Ibu
“Banyak pahlawan dan ilmuwan besar yang lahir di tangan seorang perempuan. Tidak sedikit perempuan yang mampu mengubah dunia dan menjadi teladan dalam kebaikan”. Sebuah sajak pembangun jiwa yang penulis temukan dalam buku “The Great Women” karangan Muhammad Ali al-Allawi. Sama halnya dengan peringatan Hari Ibu yang merupakan sebuah misi di Indonesian dalam mengenang perjuangan perempuan-perempuan yang juga berperan penting dalam memperjuangkan Indonesia pada masa silam.
Dalam wikipedia disebutkan bahwa asal usul sejarah hari ibu di Indonesia dari bertemunya para tokoh perempuan dengan mengadakan rapat perempuan Indonesia I (pertama), pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang dipergunakan sebagai Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai tradisional. Mereka berasal dari berbagai daerah di pelosok Indonesia bertujuan untuk menyatukan ide atau gagasan yang telah lama mereka pertahankan untuk kemerdekaan yang mutlak bagi Indonesia.
Banyak ideologi baru yang telah dikemukan dalam proses tukar pikiran tersebut. salah satunya adalah membentuk perempuan yang dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (kowami). Pada rapat perempuan yang ke III tepat pada tahun 1938, menetapkan 22 Desember sebagai perigatan Hari Ibu dan diputuskan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Nomor316 Tahun 1959 mengesahkan hari perayaan Nasional hingga kini.
Pasifnya sejarah, anak-anak negeri ini memaknai hari ibu adalah satu hari (sehari) membebaskan ibunya dari pekerjaan fisik yang sering ditekuni oleh seorang ibu, seperti memasak, mencuci, menjaga anak, membersihkan rumah dan lain-lain. Bukan membebaskan itu semua dari ibu kita, tapi beliau tidak sepatutnya melakukan pekerjaan itu semasih kita sebagai anaknya bisa mengantikan perannya dalam hal tersebut. Pola pikir semacam ini harus dimusnahkan. Pemikiran yang sangat minim bagi kita sebagai anak dalam memaknai hari penting bagi sang ibu.
Dalam Islam telah dipaparkan, ridha Allah karena ridha orangtua. Orangtua itu diberikan kasih sayang, diperhatikannya serta ditaati semua perintahnya. Sesungguhnya senyum ibu itu energi bagi kita “mother’s is our life”.
Dalam Al-Quran Surat Lukman ayat 14-15 dan Surah Al-Israa’ ayat 23-24 yang dapat kita jadikan pedoman dalam membahagiakan ibu. Pertama, perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dengan sebaik-baiknya.Kedua, kewajiban untuk merawat dan mengurus orang tua. Ketiga, kita mewajibkan perilaku santun dan lembut serta mengeluarkan lisan yang mulia. Keempat, kewajiban untuk merendahkan diri dengan penuh kasih sayang, dan yang terakhir, senantiasa mendoakan mereka dalam suka dan duka.
Jadi hari ibu yang telah kita lewati beberapa hari lalu jangan hanya menjadi simbolisme semata, akan tetapi kita terapkan perintah Allah SWT dalam merangkul kehidupan bersama orangtua. Ungkapan cinta dan kasih sayang sudah sepatutnya kita ucapkan di setiap harinya. Bukan hanya pada hari ibu saja. Di hari-hari yang biasa seperti ini juga kita berikan momen yang indah untuknya. Di hari-hari biasa ini pula kita berikan citra kebahagiaan yang sanggup kita raih untuknya. Bahagia ibu bukan hanya pada hari ibu saja, akan tetapi setiap hari yang beliau lewati perlu kesadaran kita akan keabadian cinta dan kasih sayang kita untuknya karena sepatutnya setiap saat itu momen terindah bila dilewati dengan orangtua. [op]
[Nurhayati, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan Santriwati Pasantren Rauzhatul Ulumuddin Islamiah (RUDI), saat ini aktif di KSM Creative Minority]
Sumber : Atjehlink
Labels: Opinion

Thanks for reading Potret Hakikat Ibu. Please share...!

0 Comment for "Potret Hakikat Ibu"

Back To Top