Sumber informasi tentang isu sosial, budaya dan politik dari Aceh untuk dunia

Refleksi Sewindu UUPA serta 9 Tahun MoU Heslinki

Kehadiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh ditahun 2006 menjadi semangat dan harapan baru Aceh, yang pada saat itu baru saja keluar dari zona konflik vertikal dengan Pemerintahan Pusat di Jakarta. UUPA menjadi resolusi pasca damai yang menjadi amanah langsung dari Momerandum Of Understanding (MoU) Heslinki yang lahir pada tahun 2005 silam.

Harapan baru Aceh tersebut dimaknai dengan berbagai kewenangan yang terangkum dalam UUPA. Pasal 7 UUPA menyebutkan, bahwa Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moniter dan fiskal nasional dan urusan tertentu dalam bidang agama.

Tetapi, 9 (sembilan) tahun sudah umur MoU Heslinki serta 8 (delapan) tahun UUPA sudah disahkan, namum harapan akan kewenangan Aceh belum juga selesai. Misalnya, masih adanya PP dan Kepres yang belum selesai diantaranya; PP Pengelolaan bersama minyak dan gas bumi Aceh, PP Nama dan gelar Aceh, PP kewenangan pusat yang bersifat nasional di Aceh, perpres kantor wilayah BPN Aceh dan kabupaten/kota menjadi perangkat Aceh dan kabupaten/kota.

Hal yang tidak kalah pentingnya, menyangkut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh harus segara dituntuskan sebab ini menyangkut salah satu instrumen penegakan HAM di Aceh. Aceh juga membutuhkan pembahagian hasil sumberdaya alam (SDA) yang jelas baik terkait migas atau lainnya, pemerintah Pusat jangan lupa akan segala bentuk pengorbanan Aceh dimasa lalu. Namun, saatnya masyarakat Aceh merasakan otonomi khusus yang nyata dalam koridor desentralisasi yang baik pula.

Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang yang sudah disahkan oleh DPRA, tetapi sampai saat ini masih menjadi kendala dalam implementasinya, diharapkan pemerintah Pusat tidak menghambat proses dalam pelaksanaan qanun ini.
Untuk menjawab semua hal tersebut, maka kami dari Aliansi Rakyat Aceh untuk UUPA meminta:

  1. Kepada Presiden Republik Indonesia untuk mempunyai komitmen dengan segera membentuk peraturan pelaksana baik PP maupun kepres, guna implementasi UUPA sebagai wujud komitmen jelas pemerintahan Pusat
  2. Kepada DPR-RI untuk segera merumuskan segala ketentuan terkait implementasi UUPA, khususnya DPR-RI dan DPD asal Aceh perlu membentuk sebuah tim lobi ditingkat Nasional untuk mengawal segala peraturan pelaksana terkait UUPA.
  3. Kepada Gubernur Aceh serta DPRA Aceh untuk terus melakukan langkah konsultasi, agar semua peraturan pelaksana seperti PP atau kepres segera ada di Aceh. Diperlukan memperkuat tim lobi agar proses turunan UUPA segera tercapai dengan pertimbangan subtansi sesuai dengan MoU Heslinki. Disamping itu agar terus menyelesaikan berbagai qanun yang menjadi perintah langsung UUPA (qanun provinsi).
  4. Kepada semua pihak baik masyarakat, mahasiswa, CSO yang berada di Aceh maupun di nasional agar terus mengawal proses turunan dari UUPA, perhatian penting kedepan menjadikan implementasi UUPA sebagai kewajiaban bersama bagi seluruh masyarakat Aceh.
  5. Agar Masyarakat aceh tidak ter-provokasi dalam menyikapi berbagai issue yang di lemparkan selama ini oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengancam perdamaian Aceh.

ALIANSI RAKYAT ACEH UNTUK UUPA
BEM Unimal-BEM STAIN Malikussaleh- BEM Se-Aceh- BEM STIKIP- BEMSTAI Jamiatut Tarbiyah,

Amal-LIMA- HMI Cabang Lhokseumawe- KOHATI HMI Cabang Lhokseumawe- PII Aceh Utara-PII Lhokseumawe-KDK SMUR Unimal-IMATA, IMNA-KNPI Lhokseumawe- KMPA Lhokseumawe-KMPA Aceh Utara-IPAU, Bytra-JKMA Pasee-KDAU-Sepakat-SAHARA, K2HAU-LBH Pos Lhokseumawe-Asgara-Forkim- LPL-Ha-Rawi.
Labels: News, Umum

Thanks for reading Refleksi Sewindu UUPA serta 9 Tahun MoU Heslinki. Please share...!

0 Comment for "Refleksi Sewindu UUPA serta 9 Tahun MoU Heslinki"

Back To Top